Kota Cilegon adalah sebuah kota di Provinsi Banten, Indonesia yang dikenal sebagai kota industri. Perkembangan industri yang pesat di Cilegon juga berdampak pada sektor lain seperti perdagangan, jasa, dan pertambahan penduduk. Mata pencaharian masyarakat Cilegon yang sebagian besar petani, kini dapat ditemukan pada profesi lain, seperti buruh, pengusaha, dan pengusaha.
Pembangunan dan perluasan yang sangat pesat di Cilegon mempengaruhi kondisi sosial budaya dan tata guna lahan. Dulunya merupakan areal persawahan dan budidaya, kini berubah menjadi kawasan industri, perdagangan, jasa, angkutan, perumahan, dan pariwisata. Situasi ini menggambarkan Cilegon sebagai kota kecil yang memiliki fasilitas yang biasa ditemukan di kota besar.
Pembangunan dan kemajuan Kota Cilegon tidak hanya berdampak pada peningkatan pelayanan di lingkungan pemerintahan, pembangunan dan masyarakat, tetapi juga memberikan gambaran tentang dukungan, kapasitas, dan potensi daerah untuk melaksanakan otonomi daerah. Berdasarkan hal tersebut maka dibentuklah Kotamadya Cilegon.
Nama lain dari Kota Cilegon adalah 'Kota Baja', mengingat kota ini merupakan penghasil baja terbesar di Asia Tenggara, kebanyakan produsen kendaraan di Indonesia menggunakan baja dan komponen lokal. Hal ini sekaligus memacu optimalisasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dan sebagian besar produknya berasal dari pabrik Galvanizing, Annealing and Processing Line (GAPL) PT Krakatau Nippon Steel Sumikin di Kota Cilegon.
Pada 2016 dan 2017, pemerintah memperkirakan dalam waktu dekat Indonesia akan memiliki kapasitas produksi baja yang cukup besar sehingga tidak lagi bergantung pada produk impor. Pasalnya, kapasitas produksi klaster industri baja di Cilegon ditargetkan mampu memproduksi 10 juta ton baja pada 2025.
Kementerian Perindustrian mencatat konsumsi baja nasional pada 2016 mencapai 12,67 juta ton, lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 (11,37 juta ton). Padahal, industri baja dalam negeri pada 2016 memproduksi sekitar 8 juta ton per tahun. Penambahan produksi dari klaster industri baja di kota Cilegon diyakini cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional di masa mendatang. Meski industri baja menghadapi berbagai tantangan untuk produk baja impor pada 2019, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk memastikan proyek pembangunan klaster baja di Cilegon berjalan sesuai target.
Selain itu, kendala terberat terjadi pada tahun 2020. Pada triwulan II, permintaan produk datar nasional turun 40% –50% dan baja lapis seng-aluminium sebesar 20% –30%. Pemanfaatan nasional juga mengalami penurunan, di mana produk datar menurun 15-35%, produk panjang 20% –25%, baja lapis seng 10% –20%, dan baja lapis aluminium-seng 20% –40 %. Penurunan tersebut merupakan imbas dari pandemi COVID-19 yang membuat sebagian besar industri nasional tidak beroperasi, termasuk konstruksi dan baja. Karenanya, para pelaku bisnis dari sebagian besar industri berharap Indonesia dapat segera mengatasi situasi pandemi dan kegiatan bisnis dapat berjalan seperti biasa. Selain itu, industri baja diyakini masih memiliki potensi besar dan Kota Cilegon akan menjadi pusatnya.
Selain produk baja, Kota Cilegon juga merupakan pemasok produk kimia terbesar. Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat sekitar 80% industri kimia nasional ada di Kota Cilegon. Sayangnya, Kota Cilegon hingga saat ini belum memiliki laboratorium lingkungan untuk meneliti industri yang tidak ramah lingkungan dan dapat menimbulkan dampak yang merugikan.
Selain itu, Kota Cilegon saat ini menjadi salah satu daerah di Indonesia dengan peringkat tertinggi di bidang investasi. Dengan iklim investasi yang tinggi akan berimplikasi pada degradasi lingkungan. Hal inilah yang saat ini sedang ditingkatkan Pemprov Cilegon.
Masih ada industri lain yang juga memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi di Kota Cilegon, seperti industri pertanian. Salah satu hasil pertanian yang diproduksi di Cilegon adalah tepung terigu yang memiliki pangsa pasar yang cukup menjanjikan di Filipina. Nilai ekspor produk turunan pertanian ini mencapai Rp 3,7 miliar.
Ada juga produk dedak gandum yang penjualannya belum terpengaruh pandemi saat ini. Berdasarkan catatan Karantina Pertanian Cilegon sejak Januari hingga Agustus 2019, kota ini hanya mengekspor 10.109 ton dengan nilai Rp 34 miliar. Sedangkan pada periode yang sama tahun 2020 telah mencapai 66.434 ton atau setara Rp 283 miliar. Dengan demikian, industri ini diyakini akan tumbuh baik di masa mendatang.